Selamat Datang di Blog saya, Semoga konten yang saya bagikan selalu unik dan menarik.

Header Ads

Header ADS

Stop Tanya 'Kapan Punya Rumah?', Aku Tetap Mencintai Keluargaku



Mungkin jika sudah berumah tangga dan kita masih tinggal di rumah sewaan bisa membuat orang sering bertanya, 'Kapan beli rumah?'. Jangankan orang lain, bahkan sering sekali keluarga sendiri juga sering bertanya tentang kapan kita akan memiliki rumah sendiri. 

Beban yang kita tanggung apalagi jika sudah memiliki keluarga dan penghasilan kita yang hanya pas-pasan mungkin akan membuat kita lupa menyisihkan uang sebagai tabungan untuk membeli rumah. Ada seorang istri yang kemudian membagikan cerita tentang kehidupannya yang sering sekali ditanyai kapan ia akan punya rumah sendiri. 


Sebenarnya aku sendiri juga mengerti kenapa akhir-akhir ini semakin banyak orang yang bawel bertanya tentang hal tersebut. Aku sendiri sudah 17 tahun membina rumah tangga dan tradisi di kampungku adalah jika seorang anak sudah menikah maka mereka akan tinggal di rumah mereka sendiri. Tidak peduli apakah rumah tersebut hasil jerih payah mereka sendiri ataupun bekas peninggalan dan warisan. 


"Masak merantau puluhan tahun tak bisa beli rumah. Banyak orang yang ngomongin masak kalah sama Agus cuma kerja bangunan tapi bisa bangun rumah tembok yang bagus. Si Yanto juga udah punya motor Ninja baru. Ari belum nikah aja udah punya rumah sama mobil sedan. Suaminya si Putri juga tiap minggu kirim uang sejuta buat istrinya. Suamimu itu suru cari kerja lain, masa di Jakarta segitu luas gak ada lowongan kerja. Sekolah lulusan tinggi masa kalah sama yang tamatan SD. Udah berapa tahun ngontrak terus." kata kakakku terakhir menelepon. 

Siapa yang tidak ingin punya rumah sendiri di dunia ini? Jika kita memiliki uang lebih pasti kita ingin beli semua yang kita mau. Aku juga mengerti kekhawatiran mbakku soal nasib masa depanku. Dia juga sering memintaku untuk kembali saja ke kampung dari pada merantau jauh dan masih sewa. Namun aku sering berpikir tidak ingin menyusahkan dia. 

Dengan kondisi keuangan yang minim, pulang kampung bukanlah solusi terbaik. Anakku sudah sekolah, satu masuk SMK, satu lagi juga sudah SD. Anakku yang pertama saja paling tidak aku harus menyiapkan dana Rp 10juta untuk mengurus ini dan itu. Belum lagi urus surat pindah dan perabotan lainnya. 

Selama ini juga keadaan kami baik-baik saja meski hanya tinggal di kontrakan dan dengan penghasilan yang tidak besar namun suamiku masih mencari nafkah dan berusaha memenuhi kebutuhan kami. Karena jalan hidup tidak ada yang tahu, sebelum ini juga aku sudah memiliki banyak rencana yang sudah aku susun sendiri, namun takdir berkata lain.

Saat suamiku sedang jaya, cobaan datang. Ibu mertua sakit kanker jadi semua dana kita pakai untuk pengobatan ibu mertua. Tabungan habis, mobil juga sudah terjual, usaha juga bangkrut karena sering tutup. Sudah banyak usaha yang kami lakukan untuk kesembuhan ibu suami saya. Namun Allah berkehendak lain. Ibu mertua saya meninggal meninggalkan banyak hutang sekitar Rp 15jutaan. Kami bersusah payah mencicil melunasi hutang tersebut. 

Sejak saat itulah kami sangat berusaha untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi. Banyak usaha yang sudah kami coba namun masih gagal. Suamiku juga berusaha untuk mencari pekerjaan yang lebih baik dan yang paling penting suamiku tetap mau berusaha untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami. Saya sangat bersyukur dengan keluarga kecil kami dan saya juga tidak pernah terbawa sampai ke hati pernyataan orang yang selalu bertanya kapan kami punya rumah sendiri. Saya cukup nyaman dengan keadaan kami saat ini.

Abaikan saja orang yang suka nyinyir tentang kehidupanmu, mereka juga tidak tahu apa saja hal yang sudah kita lalui. Yang paling penting adalah kebahagiaan kita sendiri.

No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Powered by Blogger.